Entah sudah berapa kali, hari ini
saya bertubi-tubi mendapat berita -- melalui inbox, whatsapp, twitter, juga
facebook -- yang intinya Koran Kampus Mahasiswa (KKM) MEDIA Universitas
Mataram 'dibekukan' oleh Rektor. Pertama, saya berterima kasih pada teman-teman
yang masih menganggap saya sebagai bagian dari Unit Kegiatan Pers Kampus
Mahasiswa (UKPKM), dengan mengirim pemberitahuan itu. Kedua, jelas saya kaget
dan prihatin, karena KKM MEDIA adalah 'kawah candradimuka' yang menggembleng
saya, menjadi penulis yang punya prinsip dan berkarakter.
Saya memang membaca alasan
pembekuan koran kampus, yang sudah banyak melahirkan jurnalis handal ini.
Meski, hanya dari satu pihak saja. Sehingga, saya tidak dalam posisi mendukung
siapa, atau 'menilai' siapa yang benar siapa salah. Apalagi, lebih 24 tahun
saya tidak update perkembangannya,
sehingga berita (yang tiba-tiba ini) hanya bisa membuat saya prihatin, dan
membuka kembali memori lama, bagaimana saya ikut 'jatuh bangun' mengelola KKM
MEDIA.
Ya, kaget dan prihatin. Bagaimana
mungkin di era keterbukaan ini, sebuah koran kampus -- yang notabene adalah produk dari Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berusia 28 tahun -- bisa dibekukan oleh pihak
rektorat? Pasti ada something wrong,
ada yang tidak benar. Dan saya, lagi-lagi, tidak dalam kapasitas mencari dimana
salahnya. Saya hanya merasa aneh, koran ini lahir tahun 1987 di era orde baru,
yang sangat represif dan 'ganas' pada pers umum dan kampus yang (dianggap)
vokal. Tapi, nyatanya aman-aman saja, meski menyajikan berita yang tak hanya
membuat merah telinga pihak kampus (baca: rektorat), tetapi juga pemerintah
daerah setempat.
Masih segar dalam ingatan saya --
diawal saya bergabung tahun 1988, angkatan ke-2 -- bagaimana KKM MEDIA
menyajikan 'panasnya' pemilihan gubernur NTB, atau juga permainan Hak
Pengelolaan Hutan (HPH) yang berakibat 'gundulnya' hutan di Lombok. Memang ada warning dari pihak rektorat, tapi tidak
sampai dibekukan. Bahkan, saya sebagai Pemimpin Redaksi, pernah memimpin tim
MEDIA melakukan liputan 2 minggu penuh, dalam demo dan kemah keprihatinan
mahasiwa, di depan rektorat -- menuntut rektor untuk mundur -- yang dimuat dalam
4 halaman penuh KKM MEDIA. Tidak ada masalah, meski tim MEDIA sempat dipanggil
ke Markas Komando Distrik Militer (Kodim).
Mungkin, pembaca 'Secangkir Teh'
bertanya-tanya, kenapa pagi ini (tulisan) saya nampak begitu emosional. Ya, apa
boleh buat, perasaan saya lagi sedih dan kecewa, mendengar berita dari
almamater saya ini, utamanya UKM pertama yang saya ikuti di kampus. Sebab,
untuk mengasah kemampuan di bidang kepenulisan dan jurnalistik, saya harus
meniti dari bawah di KKM MEDIA. Mulai dari reporter, staf redaksi, redaktur
pelaksana, pemimpin redaksi, sampai (jabatan tertinggi) pemimpin umum. Lewat
KKM MEDIA pula saya -- mendapat kesempatan -- menyelesaikan pendidikan
jurnalistik tingkat dasar, tingkat lanjut, dan tingkat pembina.
Bahkan, untuk menduduki posisi
Pemimpin Redaksi, saya sempat dihadapkan pada posisi dilematis. Karena, pada
saat bersamaan, saya diminta oleh Mas Eddy Margono -- Ketua Senat Mahasiswa
Fakultas Ekonomi, saat itu -- agar bersedia dipilih menjadi Ketua Senat
Mahasiswa FE, periode berikutnya. Pemimpin Redaksi MEDIA dan Ketua Senat
Mahasiswa FE, sama pentingnya. Tapi, akhirnya saya memutuskan, jurnalistik
adalah 'dunia' saya.
Saya bercerita pada pembaca
'Secangkir Teh' -- dan mungkin pengurus & alumni KKM MEDIA yang juga baca
tulisan ini -- tak ada maksud lain, kecuali sekedar mengingatkan, bahwa saya
juga pernah 'berdarah-darah' dengan UKM ini. Sehingga, bagi saya, pembekuan KKM
MEDIA, adalah sebuah pukulan yang tak terkira 'sakitnya', meski saya
(lagi-lagi) hanya bisa prihatin.
Seperti yang saya tulis di twitter pagi ini, semoga ada solusi yang
terbaik. Setidaknya, jangan sampai roboh dan tak berbekas, 'rumah' yang --
fondasinya -- dulu dibangun dengan susah payah. Sekecil apapun kontribusinya,
saya tetap (merasa) menjadi bagian keluarga besar, yang mendiami 'rumah' itu.
Save KKM MEDIA UNRAM !
0 komentar:
Posting Komentar